Ruang Tumbuh & Bersenang-Senang

Tetiba dan Gegara, Baku Atau Tidak Baku?

20

Tetiba Gegara

“Tetiba gua pusing, gegara nonton TV isinya gosip mulu, wicis gak guna juga dalam hidup gua”

Nah, mungkin kita sering menjumpai, kalau saya sih menyebutnya kata-kata “gaul” yang banyak digunakan oleh pegiat media sosial dalam postingan atau komentar-komentarnya. Contohnya seperti kalimat di atas, penggunaan kata “gaul” yang menarik perhatian saya adalah kata “tetiba” dan “gegara”, apalagi ditambahin celetukan keinggris-inggrisan, makin shahih level gaulnya, haha.

Walaupun dua kata tersebut bukan termasuk dalam kata baku, namun tentu kita semua sudah faham maksudnya adalah kependekan dari ”tiba-tiba” dan “gara-gara”. Dalam tulisan kali ini saya akan sedikit menyinggung bagaimana sebenarnya kata tersebut bisa muncul. Hal ini bermula karena masih ada rasa penasaran tentang penggunaan kata tersebut –tetiba dan gegara–.

Pembentukan kata yang dimaksud disebut dengan reduplikasi dwipurwa atau dapat juga dikatakan sebagai reduplikasi parsial. Hal ini dikenal dalam ilmu pembentukan bahasa (morfologi). Proses ini mengulang bagian depan atau suku kata awal dari sebuah kata dasar. Pengulangan ini biasanya diikuti dengan pelemahan vokal pertama. Contohnya, lelaki dari laki-laki dan beberapa dari berapa-berapa. Contoh dari reduplikasi dwipurwa yang mendapat kombinasi akhiran -an, seperti pepohonan, rerumputan, dan bebatuan. Proses ini tidak dapat mencakup semua kata ulang, misalnya tidak ditemukan bentuk rerumahan yang berasal dari kata rumah-rumahan (gegara dan tetiba termasuk yang tidak ditemukan).

Pemakaian bentuk gegara dan tetiba tidak menyalahi kaidah pembentukan kata dalam bahasa Indonesia, hanya saja ia belum masuk dalam kata baku yang tercantum dalam KBBI. Salah satu fungsi pengulangan dwipurwa adalah menciptakan kata baru yang dapat mewakili konsep tertentu. Misalnya, jejaring dari jaring dan tetikus dari tikus. Atau, fungsi lainnya adalah memendekkan bentuk ulang. Misalnya, laki-laki menjadi lelaki atau pohon-pohonan menjadi pepohonan.

Kiranya, berdasarkan teori di atas kata tetiba muncul dari kata tiba-tiba dan gegara muncul dari kata gara-gara yang berfungsi untuk memendekkan bentuk ulang. Bisa jadi, ini adalah fenomena bahasa yang muncul. Bisa jadi, ikut dibakukan semacam kata gawai yang dulu belum dikenal, namun kini masuk ke dalam lema Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sebagai padanan kata asing: gadget.

Sampai saat ini kata-kata yang disebutkan di atas sama levelnya dengan kata-kata sebangsa bokap, nyokap, dan lainnya yang tidak atau belum diakui sebagai kata baku bahasa Indonesia, bedanya kata tetiba dan gegara lebih intelek karena ada teori bahasa yang melatarbelakanginya. Masalah kebakuan kata dalam prosesnya sebagi kata baku yang diakui oleh KBBI memang cukup debatable. Bisa jadi kata yang dianggap aneh saat ini bisa dibakukan dan masuk dalam KBBI atau mungkin akan hilang dengan sendirinya karena pamornya sudah mulai hilang dan pengguna bahasa sudah menemukan ‘mainan’ baru yang bisa digunakan sebagai fashion dalam berbahasa.

Kalau teman-teman mencoba mencari kata gegara dan tetiba di KBBI online akan muncul dua kata tersebut beserta maknanya, namun ditandai dengan “cak”, yang artinya cakapan: menandai kata yang digunakan dalam ragam tidak baku.

20 Comments
  1. Haryadi Yansyah | Omnduut says

    Menarik 🙂 soal pemakaian kata baku atau gak baku ini aku juga masih terus belajar. Cuma kadang-kadang di blog sengaja pakai kata/kalimat yang lebih santai. Tapi pas garap buku, suka kecele dan baru ngeh kata yang kupake nggak baku setelah dikasih tahu editornya 🙂

    1. Nengsi says

      Zaman sekarang makin banyak aja bahasa gaul ya kak. Untung bahasa Indonesia bisa menyesuaikan. Hehee.. Bahkan bahasa inggris pun sekarang udah banyak juga yang jadi bahasa sehari-hari di masyarakat. Wkwk

  2. Dennise Sihombing says

    Oh begitu ya kak Tetiba dan gegara bisa didapatkan artinya di KBBi online ya. Zaman aku dulu banyakan pake bahasa gaul lebih ke prokem ogut, bokap, nyokap dan kata-kata itu mungkin dikalangan anak muda sekarang sudah tidak dipakai ya

  3. Dian Restu Agustina says

    Pencerahan ini..Terima kasih. Saya kadang pakai kata tidak baku untuk postingan sosmed atau blog jika konten menyasar pembaca berusia muda agar pesan yang disampaikan mengena. Biasa ditulis miring saja.
    Kalau ragu apakah satu kata baku atau tidak biasa cek dulu di web KBBI

  4. Nefertite Fatriyanti says

    Aku suka belajar soal tata bahasa meskipun terkadang ketika nulis juga menggunakan bahasa tutur.

  5. Laila Dzuhria says

    Sering banget nih make kata tetiba dalam caption, yang aku kira kata baku. Ternyata nggak dong…

    Dan baru tahunya setelah baca tulisan Mbak Cindi.

    Kadang kalau pun menulis d blog mau memakai kata baku, aku harus cari tahu dulu nih maknanya, baku atau tidaknya dalam KBBI. Agar tidak salah dalam menulis.

  6. Moch. Ferry DC. says

    Penting ini dalam pronountiation istilah ragam bahasa, negeri ini memang universal penduduknya

  7. Myra (Keke Naima) says

    Kalau untuk medsos atau blog, terkadang saya masih pakai kata yang gak baku. Tetapi, saya belum pernah pakai kata tetiba dan gegara. Masih kurang biasa aja.

  8. Okti Li says

    Saya kadang menggunakan kata gegara dan tetiba dalam artikel. Tapi selalu saya cetak miring karena saya tahu memang bukan kata baku

  9. Maria G says

    menarik banget sesudah dibahas Cindi

    karena saya pikir terjadi begitu saja, dan saya lihat tercantum di KBBI

    ternyata bisa dikupas secara mendalam ya?

  10. Annisa Tang says

    Menarik sekali pembahasannya Mbak. Saya termasuk salah satu orang yang sering sekali menggunakan dua kata ini, hihihii, tapi kebanyakan saat menulis caption foto di sosmed saja, belum pernah memasukkannya ke dalam tulisan blog sepertinya.

  11. Annie Nugraha says

    MashaAllah bagus banget artikelnya Mbak Cindy. Jadi dapat ilmu baru dalam dunia diksi dan perbakuan kata. Saya juga sering pakai kata reduplikasi parsial ini. Terutama ya kata gegara, lelaki, tetiba dan masih banyak lagi. Meski sudah tahu bahwa itu bukan kata baku, tapi rasanya kok pas banget untuk tulisan ala blogger.

  12. Ira Hamid says

    jadi tetiba (tiba-tiba) dan gegara (gara-gara) ini statusnya tidak seperti lelaki (laki-laki) yaa. 2 kata itu belum diakui baku. Tapi saya memang jarang dengar kata tetiba dan gegara ini sih, mungkin karena saya kurang gaul, hehehe

  13. Yuni Bint Saniro says

    Kupikir sih kedua kata itu emang nggak baku. Dalam artian hanya dipakai untuk bahasa gaul saja.

    Ternyata memang ada teori yang mendasari. Teori yang dipaksakan untuk kedua kata itu mungkin ya. Hehehehe

  14. Siti nurjanah says

    Tetiba dan gegara kadang suka aku gunakan biasanya dlm percakapan santai sama orang dekat
    Dan di media sosial saja
    Pembahasannya menarik juga sangat informatif ka’

  15. Mpo Ratne says

    Kata baku dan tidak baku serupa tapi tidak sama nih. Suka bikin rancuh . Ini tuntutan untuk terus belajar

  16. Lia Lathifa says

    Wuahh nambah pengetahuan kosakata lagi nih, aku malah kudet sama kata gegara dan tetiba, kesannya kok aneh, tapi begitu baca kata beberapa, oalah iya ya ternyata cukup sering diucapkan dan akhiranya pantas untuk disingkat aja

  17. vika says

    salah satu editor senior pakai “tetiba” ternyata belum baku yaaaa. Baiknya tetap pakai tiba-tiba ya

  18. Bayu Fitri says

    KBBI adalah kamus sakti saya kak kalau dirasa ada kata yang diragukan apakah sesuai KBBI atayu tidak dan saya baru tau tetaiba dan gegara juga boleh digunakan sebagai bahasa formal ya . Saya pikir ini hanya bahasa anak gaul hehehe

  19. Susindra says

    Wah, saya tahunya itu dari bahasa Jawa. ternyata ada dalam teori morfologi. Terima kasih ya sudah sharing ini. Baru tahu dan senang karena jadi tahu.

Your email address will not be published.