Sawang Sinawang Dalam Hidup
Sebelum menulis lebih lanjut, saya ucapkan alhamdulillah karena koneksi internet yang membaik 😀
Saya yang dilahirkan dan tumbuh di Jawa (bukan sara ya…) tentu sudah sangat lama mendengar ungkapan “sawang sinawang”. Ya ya, “sawang sinawang” yang dalam Bahasa Indonesia bisa diterjemahkan sebagai “lihat melihat” atau “saling melihat”. Aktifitas melihat yang sering kali melenakan pandangan bahkan mungkin akan timbul rasa-rasa iri, sedih, cemburu bahkan memudarkan rasa syukur. Mungkin lho ya, silakan merenung beberapa saat.
Aktifitas sawang sinawang ini biasanya akan melihat pemandangan-pemandangan yang serba membahagiakan dari kehidupan orang lain, teman atau orang-orang di sekitar kita lalu kita akan membandingkannya dengan keadaan kehidupan yang kita punya. Kita akan sering melihat sisi-sisi bahagia dari orang lain tanpa kita berpikir sedikit panjang tentang proses yang dijalani orang lain hingga hasil yang dicapainya sampai pada pandangan kita begitu membahagiakan. Terasa manusiawi dan wajar.
Sama halnya ketika saya memandang teman-teman saya yang dengan suka cita menyambut malam minggu dengan pacar/suaminya. Menikmati malam, lalu tiba-tiba Jogja berubah menjadi semakin spesial (haha.. :D), menikmati makan malam di angkringan, jalan-jalan di malioboro, atau hanya sekedar duduk santai menikmati secangkir kopi di pinggiran kali code. Bahagia rasanya. Lalu saya akan membandingkan dengan diri saya yang ‘pacaran’ dengan HP itu pun jika HP saya bunyi atau sengaja saya pancing agar berbunyi :D. Saya yang hanya mampu menggandeng buku dan akan nongkrong saja di kamar atau perpustakaan kota. Atau saya akan pergi ke toko buku dan pulang dengan kirim sms “aku mboyong buku lagi”. Contoh lain, saat menghadiri kondangan, semua teman-teman akan datang bersama pacar, tunangan atau suami/istri dan saya sangat bersyukur tidak datang sendirian tetapi ada teman atau barengan. Dalam kondisi seperti itu saya sangat bersyukur meski tak jarang kondangan sendiri. Mungkin ada orang yang kasihan sama saya, tapi saya baik-baik saja. *sambil nahan 😀
Saya pernah seperti itu. Jujur. Pernah. Tetapi setelah saya pikir-pikir, kenapa saya harus iri dengan orang lain? Tanya kenapa? Saya mensyukuri, saya memiliki partner hidup yang luar biasa oke bagi saya. Saya masih bisa mengantongi ijin untuk melanjutkan belajar di bidang yang saya sukai dan melanjutkan menyelesaikan kewajiban saya tahun ini. Saya diberi kesempatan menyelesaikan belajar Bahasa Jerman yang dari tahun 2009 belum kunjung usai, insyaAllah tahun ini selesai. Saya masih diberi kepercayaan untuk belajar Bahasa Belanda dan mendapat fasilitas “private”. Saya diberi kebebasan bekerja di bidang yang saya sukai yang tak jauh-jauh dari bahasa dan menulis sebagai English Content Writer yang tak harus duduk di kantor, cukup setor wajah ke kantor sekali dalam seminggu. Saya masih bisa merasakan pergi berkegiatan tatap muka, reuni, dan sejenisnya dengan teman-teman saya. Saya masih bisa berkumpul dengan teman-teman komunitas fotografi di nol kilometer. Saya (berusaha) bahagia dan mensyukurinya. Menikmati ritme-ritmenya. Mendalami syahdu merdu alunan yang biasa disebut rindu. (Cieeee…. :D) Karena dengan ini semua setiap sudut kota Jogja benar-benar menyimpan cinta saya termasuk stasiun dan bandara. Menjalani dan memandang semua yang terjadi dalam hidup kita dari ‘kutub’ positif. Itu akan jauh lebih baik 🙂
Karena tidak ada kesulitan yang ‘dititipkan’ pada kita jauh melebihi batas kemampuan kita sebagai hamba-Nya. Tidak, Allah tidak akan memberikan ‘ujian’ di luar kemampuan hamba-Nya. Ketika kita ‘diuji’ pun Allah menguatkan pundak kita dan berjanji dalam firman-Nya “Bersama kesulitan ada kemudahan” yang diulang dua kali. Masihkah kita meragukannya? Kalau saya, saya amat yakin. 🙂
Wajar dan boleh kita memandang bahagia orang lain tetapi jangan samapi membuat kita lalai, merutuk, cemburu, iri, apalagi jika sampai memudarkan rasa syukur. Melihat bahagia orang lain, kesuksesan orang lain sebagai semangat untuk terus berlomba-lomba pada kebaikan itulah yang dianjurkan agar kita tetap ingat pada setiap nikmat yang dianugerahkan pada kita. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? ^^
#Ntms
Perpustakaan Pusat Kampus, disela-sela terjemahan, lembar-lembar ms. Word, dan A Glossary of Literary Terms.
[…] sawang-sinawang atau yang biasa dikenal dengan pandang-memandang ini seakan terlihat sangat remeh, tetapi tidak […]