Review Buku Seribu Kunang-Kunang di Manhattan

Hai, apa kabar, teman-teman yang baik? Tahun baru semoga dengan semangat baru melalui 2022 ini yaaa ^^. Lembaran baru kali ini, saya buka dengan postingan review buku yang mana ini ‘tugas’ dari klub baca yang saya ikuti. Harapannya di tahun ini dengan semangat baru juga akan ada postingan-postingan sederhana di blog ini. Review buku pertama ini adalah sebuah kumpulan cerita pendek dari seorang sastrawan legendaris Indonesia, yaitu Bapak Umar Kayam. Selamat membaca ^^

Info Buku

Penulis            : Umar Kayam

Judul               : Seribu Kunang-Kunang di Manhattan

Penerbit         : PT Pustaka Utama Grafiti

Tahun             : 2012

Jumlah Hal     : 260

 

Di kalangan para penikmat sastra, nama besar Umar Kayam sudah tidak diragukan lagi, bahkan cuplikan karya-karyanya muncul di berbagai buku Bahasa Indonesia tingkat sekolah dasar hingga menengah atas. Umar Kayam adalah seorang realis. Cerita-ceritanya berkisah mengenai tokoh-tokoh yang hidup dan berada dalam situasi yang jelas. Tidak hanya itu, latar belakang ceritanya pun adalah latar sejarah yang nyata. Alurnya bergerak dari awal tertentu dengan akhir yang semestinya, kadang bisa ditemui dengan gaya kilas balik. Umar kayam begitu menghargai nilai-nilai dasar kemanusiaan.

Hal itu saya rasakan dalam kumpulan cerpen Seribu Kunang-Kunang di Manhattan. Kumpulan cerpen ini menggambarkan keadaan masyarakat modern di Manhattan, New York, Amerika. Cerpen ini ditulis oleh Umar Kayam saat tinggal di sana. Terasa sekali bahwa setiap cerita begitu nyata. Umar Kayam benar-benar merekam situasi masyarakat modern di sana dengan pengetahuannya. Cerpen ini diawali dengan kisah sepasang manusia yang saling sayang dan saling cinta tetapi tidak bisa meninggalkan keegoisan masing-masing. Mereka sibuk dengan dunianya sendiri-sendiri, di mana tokoh wanita yang bernama Jane masih tidak bisa melupakan masa lalunya bersama mantan suami yang bernama Tommy. Tokoh pria bernama Marno yang terus membayangkan desanya di Indonesia. Hubungan mereka yang dianggap tidak benar oleh Marno menimbulkan konflik batin yang akhirnya Marno harus meninggalkan Jane.

Saya merasakan bahwa cerpen ini memiliki nilai sastra yang tinggi di bidang sosial dan budaya. Hal ini dapat dilihat dari sepasang manusia modern yang sibuk dengan dunia masing-masing, nampak egois, dan bebas. Kalimat dalam cerpen yang digunakan Umar Kayam pun memiliki makna tersembunyi dan membuat saya pribadi justru tertarik untuk menuntaskan lembar demi lembar. Suasana yang diceritakan Umar Kayam dalam cerpen ini pun juga terasa nyata.

Dalam cerpen karya Umar Kayamini peristiwa yang terjadi relevan seperti di kehidupan masyarakat. Karena pada cerpenini menjelaskan tentang persamaan dan perbedaan kebudayaan antar wilayah, yaitu budaya Timur (Jawa) dan budaya Barat (Amerika). Di sini terlihat bahwa realisme Umar Kayam adalah realisme orang Jawa yang sangat mengenal kepribadian “Jawa”-nya. Seseorang yang menggunakan nilai-nilai Jawa sebagai sikap hidup karakternya. Umar Kayam menggunakan mitologi Jawa, wayang, sebagai metaphor dalam penceritaannya, seperti ketika Sri Sumarah (dalam cerpen berjudul “Sri Sumarah”) diperbandingkan dengan kunti dan Sembadra atau Mus (dalam “Kimono Biru Buat Istri”) yang merasa dirinya bak Arjuna mencari gamelan Lokananta. Hal ini bagi saya adalah kekuatan dan daya Tarik seorang Umar Kayam.

Secara keseluruhan kumpulan cerpen yang terdiri atas sepuluh cerita ini sangatlah menarik karena mampu menggambarkan isi cerita secara nyata dan memiliki ruh di dalamnya. Cerpen “Seribu kunang-kunang di Manhattan” menyajikan kekosongan jiwa dari manusia metropolis. Mereka ingin kembali kepada impian-impian, tetapi justru pelarian kepada dunia romantis membuat mereka kian terpencil dan sendiri. Selain itu, saya merasa dibawa jalan-jalan ketika membaca kumpulan cerpen ini karena Umar Kayam menggambarkan tempat dalam ceritanya secara rapi dan terasa nyata.