Ruang Tumbuh & Bersenang-Senang

Suka Duka Menjalin Hubungan Dengan Alumni STAN

11

 

Suatu siang, di tengah antrian beli sayur lauk matang, saya nggak sengaja mendengar obrolan dua ibu yang bikin saya senyum tapi agak geli juga. Kurang lebih seperti ini obrolannya seperti ini.

 

A: saya sudah masukkan Titi (tentu nama samaran) kursus biar bisa masuk STAN tapi gagal.

B: eh, sama, saya juga.

A: alhamdulillah masih ketrima di kampus negeri (lalu nyebut salah satu kampus terkenal di Malang) lalu saya pesan ke anak saya “kamu nggak bisa masuk STAN tapi Mama masih punya kesempatan punya mantu alumni STAN, jadi korang jangan macam-macam pacaran dulu”.

B: eh sama juga, Mimi (nama samaran juga) ketrima di kampus negeri (nyebut salah satu kampus negeri di Solo) itu alhamdulillah. Itu ide punya mantu alumni STAN boleh juga, nanti saya juga pesan begitu.

Lalu kedua tertawa bersama-sama.

 

Saya yang mendengarnya di tengah antrian beli sayur itu jadi dapat hiburan. Ya ada senangnya, ada gelinya bahkan ada sedihnya juga. Ini yang terlihat di mata para mama mungkin seperti ini; keren karena lulusan salah satu sekolah kedinasan yang tentu saja orangnya memiliki gen kecerdasan yang terjamin dan yang nggak bisa dipungkiri adalah finansial yang stabil. Iya nggak?

Saya juga akan jujur bahwa yang terlihat dari permukaan memang indah seperti apa yang orang-orang pikirkan. Saya pun nggak memungkiri bahwa yang masuk STAN adalah mereka yang otaknya encer-encer meskipun kalau kalimat itu dilontarkan di depan mahasiswa STAN secara langsung mereka akan menjawab ‘ini tuh keberuntungan aja kok’. Terlebih kata orang ada jaminan masa depan. Kata orang yaa, semoga jadi doa beneran. 🙂

Dua mama yang ngobrol tentang menantu idaman dari salah satu sekolah kedinasan itu bisa jadi belum sampai kepikiran tentang nggak enaknya. Iya kan ya? Siapa sih yang pertama kali akan kepikiran tentang hal nggak enak kalau lihat sesuatu yang indah? Eh, kata ‘duka’ di judul seharusnya saya ganti dengan kata ‘tantangan’ kali ya karena ya kalau sedih bisa dibilang nggak sedih-sedih amat, masih bisa diakali agar tetap enak dijalani.

Perkenalkan, saya adalah salah satu istri dari salah satu alumni STAN yang sekarang berprofesi sebagai auditor di salah satu instansi pengawasan keuangan dan pembangunan. Seperti kata dan penglihatan orang, alhamdulillah secara finansial dianggap mapan dan aman (meskipun akan ada banyak faktor yang memengaruhi rasa cukup yaa). Di sisi lain, tetap ada tantangannya yang sungguh menggemaskan jiwa raga…hahaha

Saya pikir secara umum setiap pasangan juga akan seperti ini. Setiap pasangan hidup yang inginnya selalu dinomorsatukan maka aturan terpenting mendampingi salah satu alumni STAN adalah siap ‘dinomorduakan’. Poligami? Bukan, bukan. Siap dinomorduakan dengan tugas pengabdian ke negara. Siap lihat kenyataan kalau suami udah seperti customer service yang 24 jam menerima telpon atau harus telponan di tengah sesi audit. Siap juga ditinggal dinas luar kota bahkan luar negeri di situasi apa pun termasuk dua hari setelah lahiran ditinggal dinas ke Seoul, saat itu bagi saya ya nggak mudah tapi kan juga nggak bisa saya tantrum biar suami batal berangkat kan?

Situasi lain yang bisa memecah persatuan rumah tangga adalah malam minggu kalau ditinggal nggarap laporan ya jangan baper dan coba-coba ngambek. Kemungkinan besar, doi akan lebih milih nggarap laporan daripada kencan. 😀 Saya, sebagai pasangannya pun juga harus tahu diri. Nah, untuk bisa tahu diri ini juga butuh proses kok. Iya, proses atau perjalanan saling memahami. Nggak bisa egois ‘pilih kerjaan atau aku sebagai pasanganmu?’ Tidak, tidak seperti itu. Menurut saya, hal ini pun juga berlaku nggak hanya yang punya pasangan alumni STAN saja.

Selanjutnya, selama hamil anak pertama, suami saya total menemani saya periksa itu dua kali. Pertama saat dinyatakan beneran hamil dan kedua saat harus mengambil keputusan saya melahirkan normal dengan resiko berat atau sesar untuk meminimalkan resiko kematian ibu dan bayi. Selebihnya ya saya berangkat sendiri. Pernah juga dong baper lihat ibu hamil yang diantar suaminya, saya nggak memungkiri itu. Bisa juga sih waktu itu saya ngambek aja dan bilang ke suami ‘kalau nggak diantar aku batal periksa aja’ tapi bagi saya hal semacam itu bukan sebuah solusi, justru akan menambah masalah lain. Iya kan ya? Perjalanan hamil itu pun membuat saya meluaskan definisi tentang suami siaga tentu versi saya.

Lalu, apa hal menyenangkan bagi saya selama menjalin hubungan dengan salah satu alumni STAN? Salah satunya bisa keliling Indonesia :-D. Meskipun hidup berpindah-pindah tetap ada nggak enaknya. Kalau fokus ke nggak enaknya, nggak akan bisa menikmatinya. Hidup berpindah-pindah memberi saya kesempatan melihat hal-hal unik dan indah tentang Indonesia. Ya kalau niat traveling berangkat dari Jawa ke Sulawesi Tengah, misalnya, pasti butuh biaya yang nggak murah, belum termasuk jika destinasinya butuh tambahan penerbangan perintis. Iya kan ya? Iyain aja deh 😀

Gambaran lainnya, memiliki pasangan alumni STAN yang harus mutasi pindah propinsi adalah melatih saya jadi nggak baperan. Susah sekali ini, beneran, nggak tipu-tipu. Misal ketika musim liburan lihat orang-orang bepergian dengan anak dan pasangan sedangkan saya hanya berdua dengan anak tanpa suami. Ternyata nggak apa-apa, akan ada momen liburan bersama. Atau tentang LDR, saya yang juga pernah menjalani dan ada kemungkinan akan menjalani LDR lagi (mungkin ya) dengan alasan dan pertimbangan yang tentu saja sudah dimusyawarahkan bersama membuat saya bisa lebih berhati-hati melontarkan pertanyaan atau pernyataan pada pasangan lain yang sedang menjalaninya. Apapun alasannya, saya nggak akan mengorek atau lancang membuat pernyataan yang tak nyaman. Menjalaninya saya sudah berat jadi nggak perlu nambah-nambah beban orang lain yang menjalani LDR. Bukan LDR-nya yang dosa, yang dosa adalah lisan atau prasangka kita yang menghakimi keputusan orang lain dan membandingkannya dengan kehidupan kita yang seakan paling ideal dan sempurna.

Uneg-uneg ini murni dari pengalaman pribadi. Saya menyadari setiap pasangan pasti mengalami yang tentu saja dalam wujud yang beragam. Semoga ini bukan bagian dari kesombongan dan tentu saja harapannya masih ada yang bisa diambil sebagai pelajaran. Maafkan jika ada salah-salah ketikan. Semangat saling memberi rasa nyaman pada pasangan halal yaaaa….

 

11 Comments
  1. vika says

    Hooo suaminya lulusan STAN ya, aku baru tahu mba.Memang menantu idaman, haha.

    1. cindiriy says

      wkwkwkwk… 😀

  2. Mpo Ratne says

    Alumni stan memang idaman mantu idaman apalagi dapat yang tanpan dan kepada pencipta penuh ketaatan. Tapi banyak moment tidak bersama karena tugas disebrang lautan

    1. cindiriy says

      Iya Mba.. 😀

  3. Krisna HFA says

    Wohoho Tulisan yang Unik dan Mantep sekali 😍

  4. hamimeha says

    Masya Allah ya..

    Jujur aku baca ini yang kebayang adalah orang2 alumni STAN dan tetanggaku yg kebetulan lulus STAN juga .

    Secara finansial aku tak memungkiri. Tapi emang namanya orang sawang sinawang ya.

    Aku adalah salah satu orang dari skian banyak yg gagal masuk STAN hehehe.

    Tapi sekali lagi, syukur dan sabar tiap orang beda-beda.

    Betul mbak Cindy bahwa kalo diliat g enaknya y bikin kita jadi g enjoylah ya hehe.

    Barokalloh ya mbak semoga rumah tangganya langgeng

  5. Sitaturrohmah says

    Hal yang wajar bila orang tua terkhusus para mamak’ mengingingkan mantu yang memiliki masa depan cerah, apalagi kalau nilai plus nya sholeh pula jadi double ya

  6. Maria G says

    hihihi ikut ketawa bacanya
    mungkin karena ibuk ibuk old ya?
    Kalo ibuk ibuk zaman now mah gak akan mengharuskan anaknya begini dan begitu
    Kan gak setiap orang menyukai akutansi
    seperti anak2 saya yang saya harapkan jadi dokter
    ternyata gak ada satupun yang berakhir di fakultas kedokteran

  7. lendyagassi says

    Hihii…iya juga ya..
    Ide bagus juga kalau anaknya belum bisa keterima di STAN, jadilah berdoa agar dapat menantu alumnus STAN.
    Sepupuku juga alumnus STAN dan dapat jodohnya sesama anak STAN. Jadilah beneran berjuang berdua seperti kak Cindi.

    Memang hidup gak ada yang mudah apapun latar belakang pendidikannya, pasti ada perjuangan yang gak semua orang sanggup kalau ada di posisi tersebut. Kuatkan hati dan doa agar senantiasa dimudahkan dalam hubungan pernikahan.

    Barakallahu fiikum.

  8. Dian says

    Haha
    Lucu juga emak emak ini
    Anaknya g masuk STAN, malah pengen cari mantu anak STAN

  9. […] Baca juga: Suka Duka Menjalin Hubungan Dengan Alumni STAN  […]

Your email address will not be published.