Pengalaman Belajar di Oxford School of Rare Jewish Language
Hai, teman-teman yang baik? Bagaimana kabar di pertengahan Januari ini? Apakah masih bertahan dengan serba daring-daring dari rumah? Atau sudah mulai aktifitas tatap muka? Semoga selalu sehat yaaa…
Blogpost kali ini, saya ingin cerita tentang kegiatan belajar saya secara daring di Oxford School of Rare Jewish Language (OSRJL), Universitas Oxford. Iyap, Universitas Oxford. Kampus Maudy Ayunda, nggak salah baca kok. 😀 Kok bisa? Bagaimana?
Jadi gini, sebenarnya semuanya berawal dari iseng. Iya iseng, nggak terencana yang tentu saja tanpa persiapan matang. Sekitar bulan Juni, saat saya jalan-jalan dari web ke web kampus, tibalah saya di web Universitas Oxford. Ada bukaan program short-course selama satu tahun di Oxford School of Rare Jewish Language. Oh iya, itu kebiasaan saya kalau jalan-jalan virtual kalau nggak blog-walking ke blog teman-teman ya main ke web-web kampus daripada scroll media sosial. Seringnya dapat ‘harta karun’ dan bagi saya lebih menyenangkan.
Saat saya ketemu dengan pengumuman short course itu, waktunya udah mepet banget kurang dari dua puluh empat jam dan saya memang tidak berniat untuk tidur lagi saat terbangun pukul 01.00. Yaudah, saya isi form-nya yang seingat saya ada 6-7 lembar, mengarang bebas bikin personal statement, siapkan salinan ijazah S1-S2, dan sertifikat Bahasa Inggris. Submitted dan saya juga nggak terlalu berharap kalau terjaring. Universitas Oxford gitu ya, mimpi saja saya nggak berani…hahaha… Setelah submit pun saya lupa dengan apa yang saya lakukan dini hari itu. Yaudah sih, pikir saya, sudah bisa memenuhi persyaratan saja sudah bahagia.
Hingga akhirnya, di awal bulan September saya menerima email dari OSRJL bahwa saya lolos di du akelas yang saya pilih, yaitu Advanced Baghdadi Judeo Arabic dan Classical Judeo Arabic. Dari namanya Oxford School of Rare Jewish Language (OSRJL), ini adalah sekolah yang mempelajari bahasa-bahasa Yahudi yang sudah langka. Ternyata ada banyaaaaaak sekali, seingat saya ada Bahasa Karaim, Turkish Judeo, Aramaic, dan maaf saya hanya mengingat itu selain du akelas yang saya ikuti.
Suka Dukanya apa?
Saya ingin cerita dari sukanya dulu aja ya…
Pertama, tentu saya bersyukur. Bersyukur dengan keadaan ini yang segala sesuatu terasa fleksibel dan bisa daring dari mana saja. Bersyukur meskipun di rumah masih bisa terus belajar, memiliki lingkungan dan teman diskusi di ruang percakapan. Pun teman-teman satu kelas datang dari belahan dunia, tapi saya jadi satu-satunya siswa dari Asia, dari Indonesia.
Kedua, dari sisi ilmu. Tentu saja diawal membuat saya takjub bahwa ternyata ada rare jewish language dan jumlahnya banyak. Bertemu dengan dosen yang memang menekuni bidang tersebut. Terasa nyaman juga bahwa dalam satu kelas hanya terdiri atas 20 siswa. Jadi lebih fokus dan kami juga lebih saling kenal, antara dosen ke siswa maupun antar siswa.
Ketiga, sistem belajar. Kami memiliki jadwal kelas, di luar itu kami juga akhirnya membentuk group percakapan untuk belajar bersama sesuai dengan waktu yang kami sepakati. Selain itu juga ada materi-materi yang harus dipelajari sendiri dan kami dipersilakan untuk menghubungi dosen jika ada kendala secara personal. Buku-buku yang harus dibaca pun juga lumayan, banyak. 😀 Secara garis besar ada tiga inti ini di bagian suka. Pokoknya bikin saya bahagia. Selain itu, saya juga terpaksa belajar speaking dan listening lagi. Terpaksa tapi bahagia. Ya gitu…hehehe
Geser ke bagian dukanya…hehe
Sejujurnya nggak ada sih. Tapi kalau begini kan nggak asik ya dibaca. Saya pikir bagian duka ini lebih pada waktu di mana waktu London dan wilayah Indonesia Tengah terpaut delapan jam. Saat kelas Classical Judeo Arabic dijadwal pukul 11.30 maka di tempat saya tinggal pukul 19.30. Masih okelah ya, tapiiii beda dengan kelas Advanced Baghdadi Judeo Arabic yang dijadwalkan pukul 15.45 waktu London, khusus kelas ini di tempat saya tinggal pukul 23.45. Kapan lagi kan ya kuliah sampai bisa ganti hari? Iya kan? 😀 Berbeda lagi saat saya belajar Bahasa Turki di Yunus Emre Institute Washington DC yang perbedaan waktunya 12 jam. Jadwal belajar pukul 18.00 waktu WDC, di tempat saya tinggal pukul 06.00 itu adalah waktu fresh se-fresh-fresh-nya jiwa raga. 😀 Sekalipun masuk di daftar duka tapi soal waktu ini bukan hal yang membuat saya menyerah dan membiarkan kesempatan yang datang. Jadi saya jalani dengan penuh syukur, bahagia, dan strategi ‘licik’ agar semua kewajiban dan aktifitas di rumah tetap bisa berjalan dengan baik. Belajar seperti juga bisa dimanfaatkan sebagai me-time juga kan?
Selama pandemi ini, teman-teman ikut kelas belajar apa saja? ^^
Tau pertama bahasa Turki waktu ada drama turki di sctv mba. Ihh pengen belajar jadi tahu mereka ngobrol apa gitu pas di drama
wkwkwkwkw…
Aku sekarang kalau nonton drama Turki, meski disambi dan cuma dengerin gitu tahu isi percakapannya apa…tsaaaaah 😀
Kalau pertama kali belajar bahasa Turki itu pas kuliah di Jogja dan faktor dosennya…hahaha
Baru beberapa hari lalu liat IGStorynya Mpok Mod (Maudy Koesnaedi) yang lagi di Belanda dan anaknya mesti bangun tengah malam buat zoom sekolah menyesuaikan waktu di Indonesia 🙂 nah dari baca tulisan ini aku melihat korelasinya haha. Tapi salut juga buat semangatnya. Mana ini bahasa yang bener-bener unik. Semoga ada kesempatan datang langsung ke negara yang pake bahasa itu biar bisa praktik ya, amiin.
Aamiin aaminn aamiin…
Terimakasih banyak Kaaaak 🙂
wah senangnyaaaa
saya juga pingin banget kuliah lagi, ambil S2 di universitas terbuka
tapi juga pingin beresin bikin buku
terlalu banyak keinginan ya? 😀 😀
Tetap semangat, Mbaaaa :’)
MasyaAllah dirimu keren mbak. Bermanfaat sekali hobinya. Semoga next beneran sekolah di Oxford-nya langsung ya, mbak. Terus menginspirasi dan terus semangat mencari harta karun yang lainnya ya, mbak.
Aamiin ya mujibassailiin… T-T
Makasih Mbaaa :’*
Wow luar biasa pengalamannya, mendapat ilmu yang bermanfaat sekali. Btw apakah harus S2 karena aku hanya sampai S1 terus ada batasan usiakah untuk mengikuti? he…he…he…karena aku sudah 40 lebihhhh
Ada yang pakai, ada yang nggak Mba. Justru usia itu nggak ada dipersyaratan Mba, usia nggak berhubungan dengan semangat kan ya?hehehe
yang penting tekad dan semangat aja kalau pas udah diterima, soalnya banyak godaan untuk skip kelas kalau online begini..hehe
Wah semoga nanti saya nyusul ya mba lanjut kuliah lagi. Sekarang masih fokus ama anak anak dulu yang masih kecil kecil. Tadi pas baca cerita mba soal dukanya. Memang masalah waktu yang beda jadi sedikit kendala ya. Mungkin itu jadi salah satu cerita perjuangan buat nanti ya 😍
Aamiin…
InsyaAllah akan ada kesempatan untuk sekolah lagi Mba, di waktu yang tepat insyaAllah ^^
hwiiiii kereeen. kapan-kapan boleh share ya, apa yang dipelajarinya. tampak menarik.
kalau aku sih, untuk belajar formal, sudah tak terpikir. cukup s1 aja deh hehe..
Iya Mbaaa ^^
Makasih banyak Mba..
Luar biasa Mbak Cindi. Menemukan orang yang minat untuk mempelajari bahasa yang langka di dunia aja tuh sudah istimewa banget loh. Apalagi ini belajarnya beda waktu, beda negara dan tentu saja dengan sistem daring yang lebih butuh kedisiplinan, keteraturan dan konsistensi. Salut saya.
Kalau untuk saya, selama pandemi ini lebih banyak menambah skill baru di dunia photography dan lebih menggiatkan tenaga serta waktu untuk memberikan kuliah on-line di bidang komunikasi serta pengembangan bisnis berbasiskan UMKM.
Waaahh, keren Mba. Semoga selalu semangat menebar ilmu yang bermanfaat ^^
Wow, belajar bahasa secara online yah. Aku pengen belajar bahasa Perancis lho…Soalnya kedengerannya kok asyik gitu…Mana yang tertulis, bacanya beda. Kan bingung….
Iya Mba, sengau gitu ya kalau Bahasa Perancis. Katanya bahasa paling romantis..
Keren semangatnya….Aku pengen punya semangat menghafal al qur’an karena utk kuliah sepertinya bukan masanya lagi untuk ku terutama ke manfaatnya yg ga akan terlalu besar… Hehe… Mudah2an keinginan menghafal qur’an ini bisa menggelora 😀
Aamiin untuk harapannya Mba ^^
Semoga semangat Mba selalu menggelora dan terwujud apa yang dicita-citakan 🙂
Apresiasi yang baik karena keinginan belajarnya cukup tinggi dengan browsing di kampus luar negeri mengikuti short course, menarik dan inspirasi
Terimakasih banyak Kak 🙂
Sekarang belajar bahasa secara online memang lagi ngetren apalagi masa pandemi belajar secara online dibutuhkan banget.
Betul Mba, kesempatan juga lebih banyak ya..
Masyallah wawasan baru untuk saya perihal kursus ini, alhamdulillah pandemi memudahkan saya untuk banyak belajar hal baru
selalu kagum pada orang yang punya ketertarikan belajar bahasa baru. Saya kok kesulitan belajar bahasa yaa? Bahasa inggris aja susah banget saya pelajari
Keren bangt bisa sekolah di Oxford. Saya juga mau ih, mumpung anak udah pada gede kuliah lagi mungkin bisa ya?
Bisa Mba, ini saya juga ambilnya yang program short course, Mba 🙂
waaah ini jalan-jalan berfaedah banget mbaaa sambil daftar short course!
btw, untuk biayanya bagaimana mbak? beasiswa kah dari Oxford?
aku mau ikutan juga ah jalan-jalan ke kampus impian, yaa siapa tahu ketemu program yang cocok dan berjodoh. Nothing to lose.
saya cuma di program short course online, Mba…hehehe
tahun ini ada tawaran offline-nya juga saat summer nanti tapi saya nggak daftar 😀
Wah keren. Bermanfaat banget ini meski harus bersabar karena jam berbeda dengan bumi belahan tempat kursusnya. Untuk yang jauh, kursus online kaya gini lebih mudah apalagi dari Universitas ternam
Apakah rare Jewish language ini sudah termasuk bahasa mati seperti bahasa latin kak? Untuk dukanya, I feel you kak. Aku juga sering ikut pelatihannya Cambridge dan jadwalnya alamaak, bisa tengah malam waktu Indonesia. Tapi ya karena ngejar ilmu jadi dibela-belain deh.
Iya Kak, sudah banyak yang punah dan tidak digunakan lagi. Waaahhhh, peluk dari jauh Mbaa semoga tetap semangat.. ^^
Wahhh seru sekali bisa belajar bahasa Jewish Rare yaa.. selama ini saya belajar masih ngandelin apps Duolingo sih. Mungkin harus ngambile kelas online seperti mbak kali ya biar bisa lebih fasih berbahasa asing.