Perjalanan Memasak 2021 Selama di Palu
Sejak menikah 8,5 tahun yang lalu, urusan memasak bukanlah hal yang wajib-wajib amat untuk saya dan suami. Maksudnya, kami cenderung easy-going untuk urusan masak dan makan tapi tetap dengan memperhatikan kualitas apa yang kami makan. Tidak hanya itu, termasuk kehalalan makan pun kami juga berhati-hati. Bagi saya, memasak bukan hal yang gampang sih. Ditambah lagi, tahun-tahun sebelumnya kami lebih banyak menjalani LDR daripada menjalani hidup seatap bersama.
Time flies, some of parts in our life changed. Tahun kelima pernikahan, kami dianugerahi seorang putra, yang akhirnya membuat saya jadi belajar masak meski masih banyak LDR di antara saya dan suami. Ya, semua yang telah memiliki anak pasti paham kalau harus menyiapkan MPASI terbaik untuk buah hati. It has been gorgeous as a mom, I think. Jadilah saya mulai belajar masak, buka-buka aplikasi memasak, lihat youtube, baca buku memasak, tanya sana-sini, dan ikut kelas memasak. Hahai…
Kemudian, kita semua tahu, pandemi datang dan itu menjadikan pelaku LDR macam kami jadi semakin berat menjalani hari-hari. Akhirnya, di 7 Januari 2021, kami memutuskan untuk hidup seatap. Yeayyy! Anak yang sudah bisa bicara dengan lancar, selalu bertanya ayahnya dan berkahir menangis hingga terisak setiap kali meminta video call tetapi ayahnya tidak bisa menerima panggilannya karena alasan pekerjaan. 7 Januari 2021 menjadi awal perjalanan memasak saya di Palu. Jauh dari rumah. Lidah Jawa yang susah beradaptasi dengan rasa-rasa asing membuat mau tidak mau harus memulai karir sebagai koki di dapur pribadi. Saat tepat satu tahun, 7 Januari 2022, saat flashback, saya menyadari ternyata saya bisa masak yang tidak hanya sop lagi-sop lagi-sop lagi atau tumis lagi-tumis lagi-tumis lagi. Soal rasa yaaa masih sering di level ‘layak makan’ tetapi dua laki-laki pelanggan setia selalu menyambutnya dengan bahagia. Semoga bukan terpaksa sih. Hahaha… Hal penting lainnya, saya jadi tahu tentang beragam sayur, misal daun pakis yang ternyata bisa dimasak tumis, daun kelor dimasak bobor dan sayur ini jadi primadona di warung makan di Palu, dan juga daun labu pun bisa dimasak bobor beserta labu kuningnya. Sebelumnya, saya hanya tahu sayur mainstream macam bayam, kangkung, sawi, kubis, bunga kol, brokoli, wortel, dan tauge. Ya yang sering dijumpai di sebagian besar pasar. Ya gitu lah…hehe
Perjalanan memasak selama setahun tinggal di Palu membuat saya belajar banyak hal. Mulai dari menyusun menu, belanja, mengatur anggaran dapur, memilih bahan yang akan dimasak, tahu berbagai tips menyimpan dan memasak hingga saya jadi update soal harga-harga pangan sedang turun, biasa saja atau sedang naik. Sebelumnya mana saya tahu. Hehehe… Ternyata asik juga. Selain itu, hal menyenangkan lain dari memasak ini adalah memasak sambil ‘main-main’ bareng anak di dapur. Katanya, dapur adalah laboratorium paling dekat bagi anak. Anak bisa belajar mengenal aneka bumbu, warna, aneka buah dan sayur, melatih motoriknya dengan aktifitas mencuci piring, memotong sayur, mengupas kulit telur rebus, menghitung jumlah bawang putih dan merah, membantu membersihkan dapur dan mengumpulkannya di tempat sampah bahkan belajar memasak telur ceplok kesukaannya. Jadi, ngasuh iya, bermain dan sama-sama belajar juga iya.
2021, meski lebih banyak memasak sendiri tapi saya dan suami masih memegang prinsip easy-going. Bisa masak, alhamdulillah. Jika tidak, yaudah pesan antar aja atau sesekali kami juga makan di luar meski sebelum melakukannya, anak dalam keadaan sudah makan dari rumah (anak berubah jadi picky eater ketika harus makan di luar). Pencapaian memasak paling keren di tahun 2021 adalah memasak soto, gulai, opor, dan kare. 😀 Receh sekali, tapi untuk saya yang pas-pasan skill masaknya, itu sudah luar biasa. Hahaha…
Perjalanan memasak ini juga mengantar saya mengenal tentang food preparation. Awalnya, saya pikir ‘ah untuk apa sih begituan?’ Ternyata food-prep bisa memangkas durasi uprek di dapur. Selain itu, food-prep juga membuat bahan-bahan terjaga lebih baik, nggak mudah layu bahkan busuk. Nilai plus lain dari food-prep ini juga menambah semangat untuk komitmen pada diri sendiri lebih semangat memasak dan bahagia aja gitu lihat bahan-bahan pangan berjajar rapi di lemari es.
Hal yang lebih dalam lagi saya sadari dari aktifitas di dapur ini adalah tentang mindfullnes. Kesadaran dalam menerima kegagalan hal kecil semisal rasa dan rupa masakan yang tidak sesuai dengan bayangan atau tak seindah di foto resep. Kesadaran untuk bangkit, artinya bagaimana menjaga mood agar besok tetap semangat untuk uprek lagi. Selain itu, saya juga belajar untuk fleksibel. Masak nggak harus saklek sesuai resep, kalau bahan sesuai resep tidak ada di dapur yaudah selama tidak mengubah rasa atau mencari pengganti yang ada. Bahkan bisa menambah bahan-bahan yang tidak ada di resep yang saya contoh, eh akhirnya rasa tetap enak.
Ya, perjalanan memasak yang bisa dibilang simpel tapi nggak simpel-simpel amat. Selain puas, perjalanan memasak selama 2021 justru mengantar pada hal-hal yang saya yakini lebih sehat daripada sebelumnya. Dapur mengantar banyak hal yang ingin saya pelajari, semoga bisa lebih baik lagi di tahun ini.
Sekian cerita perjalanan memasak saya di tahun 2021, bagaimana perjalanan memasak kalian di 2021 kemarin?
waini, yang dulu suka jajan street food sekarang sudah jadi chef negara bagian keluarga. Semangat mba, siapa tahu bisa buka tenant kuliner sendiri
Kalau buka tenant kuliner harus rekrut chef beneran Mba..wkwkwkw
Memang dalam proses memasak, food-prep itu paling banyak menghabiskan waktu dibanding memasaknya. Makanya, kalau besok mau masak agak banyak, aku juga biasanya udah siapin bumbu-bumbu dan segalanya pada malam hari sebelumnya. Biar besok paginya lebih gampang dan bisa gercep masak.