Titilaras, Menarasikan Kehangatan Wajah Pasar Gede Dalam Secangkir ‘Teh’
Minggu, 9 Juli menjadi momen terbaik saya menikmati riuh hiruk pikuk di Pasar Gede, Solo. Ada rasa senang karena menikmati dan keliling Pasar Gede bersama dengan ‘juru kunci’. Sekaligus ada rasa sedih tepatnya menyesal sih ya, kemana aja saya selama ini? Saya pernah menghabiskan masa putih abu-abu di Solo, kali pertama saya merantau untuk sekolah. Selama tiga tahun sekolah itu pun saya belum pernah ke Pasar Gede, yang saya tahu Pasar Nusukan, Pasar Kembang dan Pasar Klewer. 😀
Selain menikmati Pasar Gede dengan berkeliling, saya sangat senang karena bisa menikmati Pasar Gede dengan cara yang unik. Saya menikmatinya dalam sebuah cangkir yang dinarasikan dengan romantis melalui aroma dan rasanya. Yap, saya sebut romantis karena prosesnya dalam menghadirkan bahan-bahan sebelum diseduh itu butuh rasa cinta dan sabar yang teramat banyak.
Titilaras, Kedai Kopi dan Teh
Titilaras namanya. Sebuah kedai kopi dan teh yang menurut saya unik, hangat dan homey. Saya sampai ke Titilaras karena event yang diadakan oleh Patjar Merah. Lagi-lagi saya sangat bersyukur bahkan saat saya menuliskan ini, euphoria yang saya rasakan masih ada. Senang sekali bisa tahu ada kedai kopi dan teh yang tidak hanya sekadar menyeduh tetapi juga menghadirkan filosofi di setiap menu seduhannya.
Pada saat itu, saya dan teman-teman pun juga termasuk beruntung bisa menikmati dua menu yang disajikan. Menu pertama, saya menikmati ‘Wajah Pasar Gede’ dalam sebuah cangkir. ‘Teh’ ini unik yang sebenarnya bukan teh yang berasal dari daun teh yang dikeringkan. ‘Wajah Pasar Gede’ yang disajikan oleh Titilaras adalah kombinasi dari tujuh rupa rempah di mana semua prosesnya dilakukan secara manual, begitu tutur Mas Arkha, pemilik Titilaras. Iya, manual, Mas Arkha menjelaskan bahwa semua bahan dipotong manual dengan pisau, dilakukan sendiri oleh beliau. Bahan-bahannya pun juga dipilih dengan sangat teliti bahkan beliau pernah ambil bahan yang sama dari supplier yang berbeda ternyata saat diseduh juga hasilnya berbeda. Sedetail itu, Teman-Teman.
Saya mencoba mengingat tujuh bahan rempah yang menjadi ‘Wajah Pasar Gede’ tetapi benar, saya lupa tapi rasanya masih ingat. Dalam secangkir ‘teh’ itu ada rasa hangat pahit manis pun ada aroma wanginya. Semua bahan, rasa, dan aromanya mewakili harmonisasi kehidupan di Pasar Gede dari masa ke masa. Termasuk juga seakan mengumpulkan kenangan Pasar Gede dalam perputaran jaman ke dalam seduhan.
Menu kedua juga tak kalah unik, Nawari namanya (semoga telinga saya sehat saat mendengar penjelasan Mas Arkha saat itu hehehe). Menu yang kedua ini disajikan berbeda dari menu pertama ‘Wajah Pasar Gede’. Jika menu pertama disajikan dalam keadaan panas dan dinikmati hangat-hangat, maka menu kedua ini disajikan dalam keadaan dingin. Nawari ini juga terdiri atas tujuh bahan rempah yang lagi-lagi saya tidak mampu mengingatnya. Saya hanya ingat ada bunga rosela dan kapulaga 😀 Nawari memiliki cita rasa manis, asam, hangat, pahit di ujung, rasanya ramai tapi bergilir.
Selain dua menu minuman tadi, Mas Arkha, pemilik Titilaras, menyajikan kue yang tak kalah unik juga. Brondis namanya (lagi-lagi, saya berharap telinga saya fit saat itu hahaha). Enak, kalau boleh jujur ya dan kalau saat itu nggak malu, satu potong Brondis rasanya kurang hahaha. Untuk menikmati Brondis ada aturannya yaitu harus dinikmati dan dirasakan pelan-pelan, bila perlu dihayati juga, begitu pesan Mas Arkha.
Gigitan pertama beneran rasanya enak, gurih manis dan nggak eneg sama sekali. Teksturnya tipe kering bagian luar tapi empuk lembut bagian dalamnya. Makin dirasakan seperti ‘ada yang lain’ tapi entah ap aitu karena saya memang nggak paham dengan baking. Tapi udah terasa bedanya. Saat saya dan Teman-Teman selesai menikmati semua hidangan, Mas Arkha menjelaskan bahwa Brondis tadi dibuat dari ‘Wajah Pasar Gede’. Bisa ya? Ternyata bisa, kreatifitas memang mahal harganya. Jadi ‘Wajah Pasar Gede’ menjelma dalam bentuk seduhan dan kue bernama Brondis.
Ini adalah momen yang sangat berkesan, semua harmoni tempat dan menu seakan selaras. Cantik!
Menu, Lokasi dan Jam Buka Titilaras
Untuk menu, jika Teman-Teman ke Titilaras bisa bertanya dulu kepada Mas Arkha karena di sana seingat saya tidak ada daftar menu. Beberapa menu yang saya tahu ya ‘Wajah Pasar Gede’ dan Nawari yang pernah saya coba. Lalu saya juga ngincar menu Hujan di Mimpi dan Teh Kemuning. Selain itu juga ada menu kopi yang bisa dipesan.
Titilaras berada di sisi barat Pasar Gede lantai dua dan sangat mudah ditemukan. Jadi jangan khawatir akan tersesat. Saya suka dengan posisi duduk di Titilaras. Ada tiga jendela, saat jendela dibuka akan ada meja dan kursi, jadi menikmati seduhan di Titilaras itu semacam berada di rumah sambil ngobrol ngalor-ngidul yang bermanfaat.
Nah, bicara soal jam buka, Titilaras memiliki jam buka yang tidak pasti. Ada 1 hari Titilaras libur menyeduh atau tiba-tiba di hari yang seharusnya menyeduh ternyata libur. Jam menyeduhnya pun juga bukan dalam waktu yang panjang bahkan sebelum jadwal tutup sudah harus selesai menyeduh. Semua informasi Titilaras buka jendela bisa diperoleh dari instastory Titilaras. Pemberitahuan buka tipis-tipis (begitu menyebutnya) juga nggak mendadak kok.
Sepulang dari Titilaras, saya tak hanya pulang dengan hati riang tetapi juga membawa kenangan dan pengetahuan. Ternyata Indonesia ini kaya dengan aneka minuman yang hangat dan kaya manfaat. Hal ini juga mengingatkan saya akan kehangatan salah satu seduhan dari Tanah Minang. ^^
Yuk, kalau di Solo dan berjodoh dengan jam buka tipisnya Titilaras bisa langsung merapat yaaa ^^
Baca juga: Pengalaman Pertama Playbook Dating di Patjar Merah, Solo.
Auto buka insta dan follow, tapi ternyata diprivate
Karena kalo ke Solo, saya pasti ke Pasar Gede untuk beli es cendolnya yang legendaris, trus belanja segala klitikan (rambak, paru, dll) yang dijual di sekeliling mbok cendol
Terakhir kesana mbok lemu yang jualan udah gak kelihatan, diganti anaknya
Iya Mba, akun Titilaras diprivate karena terakhir kena hack.
Es cendolnya enak, rambak paru juga. Sosis Solo, Brambang asem juga Mba hehehe..
Saya tiap traveling selalu mampir ke kedai kopi atau teh tradisional kak, seneng rasanya berasa benar2 hidup sederhana dibalut rasa romantis mencintai diri sendiri sambil nulis. Hehe
Iyap, betul Mba..
wah waktu aku ke Pasar Gede ini aku nggak menemukan tempat ini. Jadi pengen ikut blusukan main ke Pasar sambil menikmati kuliner setempat.
Titilaras ada di gedung Pasar Gede sisi barat, Kak Deddy lantai 2. Next bisa mampir Kak..
Saya kalau sampai sini pasti akan betah. Suka banget dengan suasana dan apa yang diracik dan dihidangkan oleh Mas Arkha dan Titilarasnya. Ramuan rempah-rempah yang tentunya menumpuk manfaat baik bagi tubuh. Apalagi di saat menikmati masa-masa berharga di Titilaras, diisi dengan ngobrol dan diskusi tentang penulisan, buku dan ilmu pengetahuan. Kombinasinya pasti blending dengan sempurna.
Catet ah. Kapan sempat ke Pasar Gede, pengen ketemu Mas Arkha dan berbincang banyak tentang apa yang sudah dikerjakannya untuk Titilaras.
Terimakasih sudah berbagi hal baik Mbak Cindi.
Iya Mba, kalau Mba Annie ke Titilaras selain menikmati seduhan dan ngobrol dengan Mas Arkha memang sepertinya akan sefrekuensi deh..
Semoga bermanfaat ya Mba ^^
Kayaknya menarik deh.. beberapa kali makan di daerah pasar gede tapi belum tahu ada “titilaras”.. baca ini jadi pengen kesana dan nyobain..
Tantangannya nanti kalo pas ditanya mas arka “mau teh apa mbak?”.. hehehehe.. mungkin bakal nyobain dulu “wajah pasar gede” buat starternya..
Cerita yang menarik jadi berasa menemukan hidden gem di sekitar kita. Ditunggu tulisan tulisan lainnya yaaa..
wajib mampir deh kayaknya 😀
Pantas agak tahu dengan nama nama menu yang disajikan, secara di Titilaras ini tidak ada buku menu ya?
Salut nih bisa begitu mengingat banyak hingga bisa runut menuliskannya, kalau saya, pasti bakalan banyak lupanya. Hehehe…
Sekian minuman dan makanan unik, penyajian dan jam buka/tutup juga di Titilaras ini memang unik juga ya
Iya Mba, nggak ada papan menu atau buku menu. Jadi tinggal tanya atau langsung nyebut menu apa yang jadi incaran gitu Mba 😀
Karena unik itu bisa punya daya pikat ya Mba.. 😀
Saya suka nih dengan konsep Titilaras ini,menarik. Jujur saya jadi pengen berkunjung juga kesana. Menikmati aneka teh dan menu makanan yang dibuat dengan cinta. Semoga ada kesempatan tuk bisa jalan2 ke Solo dan mampir ke Titilaras
Selama ini saya tahunya Teh itu ya daun Teh diseduh, rupanya bisa berbagai-bagai ya bahannya. Terus penamaan menunya unik dan puitis kalau menurut saya mah. Semoga makin sukses Titilaras.
suka sama desain interior kafenya, apalagi menunya menarik sekali dan bikin penasaran untuk dicoba, untung diinfo juga kak waktu buka jadi tahu kalo ada rencana kedatangan better cek cek igsnya dulu yah
Titilaras ini mungkin definisi berdagang untuk menyalurkan passion akan kreativitas. Jam buka ga tiap hari, kudu cek dulu storynya ya supaya bisa cobain Wajah Pasar Gede dalam bentuk minuman maupun brondis.
Btw aku nebak brondis ini brownies apa gitu, hahaha.
[…] Awal Bulan Juli ini, saya berkesempatan jelajah Pasar Gede bersama teman-teman Patjar Merah dan Titilaras yang dipandu oleh Mas Arkha, pemilik Titilaras. Selain dipandu untuk jajan-jajan, saya bersama […]
kampung suami saya di sukoharjo, semenjak menikah jadi beberapa kali ke sana. Senang sekali rasanya bisa menikmati teh-teh di jawa, rasanya beda dengan teh yang selama ini dinikmati. Rasanya pengen coba juga di titilaras.
[…] Baca juga: Ke Solo, Wajib Mampir di Titilaras Pasar Gede Solo ^^ […]
Dari mulai menu yang disajikan, filosopi di baliknya, hingga persoalan jam buka saja disajikan dan terkonsep dengan baik. Penasaran pengin berkunjung ke Titilaras juga kalau nanti ada kesempatan ke Solo (lagi).
Ini judul artikelnya menarik. Pas baca ceritanya malah lebih menarik lagi. Nama kedainya sudah unik sedari awal, menu-menunya, citarasanya, wah aku seperti bisa ikut merasakan juga. Bagi sebagian orang, minum kopi atau teh dengan didampingi kudapan adalah momen pelepas penat semata. Tapi bagi sebagian lagi adalah momen meresapi citarasa seduhan minuman dan makanan di mulut yang penuh arti dan filosofi hidup. Titilaras bikin aku jadi penasaran rasanya. Cerita menarik ini juga bikin aku iri dengan pengalaman penulisnya. Luar biasa!
Baru lihat fotonya aja saya udah suka. Kelihatan banget suasananya ramah. Asik buat menikmati kopi atau teh di sana. Pengen ah suatu saat bisa ke Titilaras.
Wah menarik sekali ini ya nggak ada daftar menu. Berarti kita bisa ya rekues ke kakaknya minta diseduhin teh yang seperti apa. Camilannya juga bikin penasaran untuk dicoba, kombinasi teh dan camilannya kayanya asyik dinikmati sore-sore sambil ngobrol santai dengan teman. Fix tempat ini masuk wishlist aku kalau mampir ke Pasar Gede.
Suasana di Titilaras membuat hati hangat yaa..
Pun lokasinya yang ramai di Pasar Gede, membuat siapa saja bisa menjangkaunya dengan mudah.
Sembari menikmati dengan gorengan hangat dan obrolan ringan.. nyaman sekali.
Menu di titilaras ini otentik banget ya. Tehnya dan kue brondis ini perpaduan yang nikmat banget. Suasana titilaras juga bikin nostalgia ke rumah tradisional khas jawa yang epic menurut saya.
WAAA MAKASIH REKOMENDASINYA, MBAK CINDY.
Aku sebetulnya penyuka kopi, seringnya nongkrong ke kedai kopi, tapi belakangan mulai tumbuh kedai-kedai teh yang homey seperti ini. Di Bandung pun begitu. Aku juga bisa ngeteh, tapi teh yang kusuka itu yang kental dan agak sepet. Teh-teh tubruk Jawa biasanya begini. Sayangnya, teh-teh celup yang beredar di pasaran rasanya suka nggak cocok. Sementara kalau bikin teh tubruk sendiri suka males wkwkwk.
Ngeteh makin nikmat dengan perlengkapan lawas khas Jawa seperti di Titilaras. Ternyata “Wajah Pasar Gede” itu nama tehnya toh, wkwk.
Btw, kok bisa mbak sama sekali belum ke Pasar Gede saat SMA? Maksudku, ini pasar utama kota Solo dan lokasinya ada di tengah kota.
wah saya yang bisa dibilang jarang sekali ke luar kota auto ngiler aja nih bacain artikelnya, penasaran dengan rasanya teh rempahnya yang unik
Wah, aku senang sekali kalau bisa ngopi di sini
Interior nya klasik
Nanti kalau ke Pasar Gede aku mau ngopi di sini
[…] selalu terlihat menawan. Saya penasaran tentang Rumah Budaya Kratonan (RBK) dari Mas Arkha, owner Titilaras saat saya walking tour di Pasar Gede, Solo di Bulan Juli lalu. Apa yang membuat saya penasaran […]